Wednesday 31 January 2018

Berutanglah dengan Jalan yang Benar

Jika berutang dibolehkan saat mudah untuk melunasinya, bukan berarti kita asal-asalan saja dalam berutang dan di antara bentuknya adalah mengambil kredit. Karena jika di dalam utang dipersyaratkan mesti dilebihkan saat pengembelian, maka itu adalah riba dan hukumnya haram.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
ﻭَﻛُﻞُّ ﻗَﺮْﺽٍ ﺷَﺮَﻁَ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﻥْ ﻳَﺰِﻳﺪَﻩُ ، ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺮَﺍﻡٌ ، ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺧِﻠَﺎﻑٍ
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)
Kemudian Ibnu Qudamah membawakan perkataan berikut ini,
“Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka tambahan tersebut adalah riba.”
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Abbas bahwasanya mereka melarang dari utang piutang yang ditarik keuntungan karena utang piutang adalah bersifat sosial dan ingin cari pahala. Jika di dalamnya disengaja mencari keuntungan, maka sudah keluar dari konteks tujuannya. Tambahan tersebut bisa jadi tambahan dana atau manfaat.” Lihat Al Mughni, 6: 436.
Nyata dalam Kredit KPR
Kenyataan yang terjadi dalam kredit KPR adalah pihak bank meminjamkan uang kepada nasabah dan ingin dikembalikan lebih. Jadi realitanya, bukanlah transaksi jual beli rumah karena pihak bank sama sekali belum memiliki rumah tersebut. Yang terjadi dalam transaksi KPR adalah meminjamkan uang dan di dalamnya ada tambahan dan ini nyata-nyata riba. Itu sudah jelas. Kita sepakat bahwa hukum riba adalah haram.
Penyetor Riba Terkena Laknat
Bukan hanya pemakan riba (rentenir) saja yang terkena celaan. Penyetor riba yaitu nasabah yang meminjam pun tak lepas dari celaan. Ada hadits dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
ﻟَﻌَﻦَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺁﻛِﻞَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻭَﻣُﻮﻛِﻠَﻪُ ﻭَﻛَﺎﺗِﺒَﻪُ ﻭَﺷَﺎﻫِﺪَﻳْﻪِ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻫُﻢْ ﺳَﻮَﺍﺀٌ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).
Mengapa sampai penyetor riba pun terkena laknat? Karena mereka telah menolong dalam kebatilan. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits di atas bisa disimpulkan mengenai haramnya saling menolong dalam kebatilan.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 23).
Sehingga jika demikian sudah sepantasnya penyetor riba bertaubat dan bertekad kuat untuk segera melunasi utangnya.
Sudah Seharusnya Menghindari Riba
Jika telah jelas bahwa riba itu haram dan kita dilarang turut serta dalam transaksi riba termasuk pula menjadi peminjam, maka sudah sepantasnya kita sebagai seorang muslim mencari jalan yang halal untuk memenuhi kebutuhan primer kita termasuk dalam hal papan. Memiliki rumah dengan kredit KPR bukanlah darurat. Karena kita masih ada banyak cara halal yang bisa ditempuh dengan tinggal di rumah beratap melalui rumah kontrakan, sembari belajar untuk “nyicil” sehingga bisa tinggal di rumah sendiri. Atau pintar-pintarlah menghemat pengeluaran sehingga dapat membangun rumah perlahan-lahan dari mulai membeli tanah sampai mendirikan bangunan yang layak huni. Ingatlah sabda Rasul,
ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻦْ ﺗَﺪَﻉَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻟِﻠَّﻪِ ﺇِﻻَّ ﺑَﺪَّﻟَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻚَ ﻣِﻨْﻪُ
“Sesunggunya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan mengganti bagimu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Siapa saja yang menempuh jalan yang halal, pasti Allah akan selalu beri yang terbaik. Yang mau bersabar dengan menempuh cara yang halal, tentu Allah akan mudahkan. Yo sabar … Yakin dan terus yakinlah!
Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:
Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Hambali, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan tahun 1432 H.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.

Sumber : rumaysho.com

0 comments:

Post a Comment

Berbagi, demi kemajuan bersama