Thursday 28 July 2016

KALAU SUMBERNYA SATU, MENGAPA BANYAK MAZHAB ?

Hasil gambar untuk MAZHAB
Para pembaca yang berbahagia ada sebagian kalangan yang merasa aneh dengan adanya perbedaan dikalangan ulama karena ketika membaca tulisan yang terkait dengan hokum agama ditemukan perbedaan ulama dalam menjabarkan hokum agama bahkan tidak jaranag disebutkan sejumlah mazhab yang berpandangan berbeda-beda masing-masing menyimpulkan hokum agama yang berbeda-beda bahkan nyaris bertentangan satu sama lain. Dari sini lalu muncul pertanyaan bukankah agama ini satu, bukankah syariat ini satu, bukankah kebenaran itu satu dan tidak berbilang, bukankah sumbernya pun satu juga yaitu wahyu allah. Terkadang ada yang menduga perbedaan ini menyebabkan kontradiksi dalam syariat atau kontradiksi dalam sumber syariat atau perbedaan akidah seperti perbedaan aliran-aliran dalam agama selain islam.



WAHAI PARA PEMBACA, tentu hakikatnya tidak demikian perbedaan mazhab fiqih dalam islam merupakan rahmat dan kemudahan bagi ummat islam khazanah kekayaan syariat yang besar ini adalah kebanggaan bagi ummatnya perbedaan para ahli fiqh sebenarnya hanya terjadi pada masalah-masalh jatan #cmiiw dan ijtihad fiqh bukan masalah inti dasar atau aqidah. Tak pernah kita mendengar dalam sejarah islam perbedaan fiqh antara mazhab menyeret mereka pada konflik bersenjata yang mengancam kesatuan ummat islam sebab perbedaan mereka dalam masalah parsial yang tidak membahayakan. Masalah yang membahayakan justru terjaadi jika perbedaan itu terjadi dalam masalah aqidah pada hakikatnya pandang perbedaan mazhab-mazhab fiqh adalah tentang pemahaman manusia dalam menagkap pesan dan makna ketika mengambil kesimpulan hokum dan menagkap rahasia syariat dan memahami illat hokum semua ini tidak bertentangan dengan kesatuan sumber syariat karena syariat islam tidak saling bertentangan satu sama lainnya perbedaan terjadi karena keterbatasan dan kelemahan manusia. Meski demikian, tetap harus beramal dengan salah satu pendapat yang ada untuk memudahkan manusia dalam beragama  sebab, wahyu sudah terputus.
Namun bagi seorang mujtahid ia harus beramal dengan penafsirannya yang terkuat menurutnya terhadap makna teks syariat karena penafsiran ini yang menjadi pemicu dari perbedaan. Rasul saw bersabda :” jika seorang mujtahid berijtihad, jika benar ia mendapatkan dua pahala dan jika salah dapat satu pahala.” Kecuali jika dalil kesahihannya sudah pasti baik dari al-quran hadist mutawatir maupun hadist ahad maskur kemudian maknanya juga jelas tidak multi makna maka tidak menyediakan ruang untuk penafsiran dari sini dapat diketahui bahwa penafsiran dan pendapat ulama tidak mewakili seluruh syariat yang turun kepada rasulullah saw. Meski demikian kita wajib untuk beramal dengan salah satu dari pendapat ulama  mestinya sumber-sumber hokum agama yang bersifat zani atau dugaan dan membuka peluang penafsiran harus dihormati dan disikapi secara seimbang perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu pada sikap fanatic golongan permusuhan perpecahan yang dibenci allah antara kaum muslimin yang disebut al-quran sebagai ummat bersaudara yang juga diperintahkan untuk berpegang teguh dengan tali allah. Para sahabat sendiri selalu hati-hati karena tidak mau ijtihadnya penafsirannya disebut hokum allah atau syariat allah namun mereka menyebut ini adalah pendapatku jika benar ia berasal dari allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari syeitan.


Salah satu basihat yang disampaikan oleh rasulullah saw kepada para pasukannya adalah :”jiak kalian mengepung sebuah benteng, dan mereka ingin  memberlakukan hokum allah maka jangan kalian terapkan mereka dengan hokum allah namun berlakukan kepada mereka dengan hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dalam menerapkan hokum allah kepada mereka atau tidak.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu majah) 

0 comments:

Post a Comment

Berbagi, demi kemajuan bersama