Para pembaca yang berbahagia ada sebagian kalangan yang
merasa aneh dengan adanya perbedaan dikalangan ulama karena ketika membaca
tulisan yang terkait dengan hokum agama ditemukan perbedaan ulama dalam
menjabarkan hokum agama bahkan tidak jaranag disebutkan sejumlah mazhab yang
berpandangan berbeda-beda masing-masing menyimpulkan hokum agama yang
berbeda-beda bahkan nyaris bertentangan satu sama lain. Dari sini lalu muncul
pertanyaan bukankah agama ini satu, bukankah syariat ini satu, bukankah
kebenaran itu satu dan tidak berbilang, bukankah sumbernya pun satu juga yaitu
wahyu allah. Terkadang ada yang menduga perbedaan ini menyebabkan kontradiksi
dalam syariat atau kontradiksi dalam sumber syariat atau perbedaan akidah
seperti perbedaan aliran-aliran dalam agama selain islam.
WAHAI PARA PEMBACA, tentu hakikatnya tidak demikian
perbedaan mazhab fiqih dalam islam merupakan rahmat dan kemudahan bagi ummat
islam khazanah kekayaan syariat yang besar ini adalah kebanggaan bagi ummatnya
perbedaan para ahli fiqh sebenarnya hanya terjadi pada masalah-masalh jatan
#cmiiw dan ijtihad fiqh bukan masalah inti dasar atau aqidah. Tak pernah kita
mendengar dalam sejarah islam perbedaan fiqh antara mazhab menyeret mereka pada
konflik bersenjata yang mengancam kesatuan ummat islam sebab perbedaan mereka
dalam masalah parsial yang tidak membahayakan. Masalah yang membahayakan justru
terjaadi jika perbedaan itu terjadi dalam masalah aqidah pada hakikatnya
pandang perbedaan mazhab-mazhab fiqh adalah tentang pemahaman manusia dalam
menagkap pesan dan makna ketika mengambil kesimpulan hokum dan menagkap rahasia
syariat dan memahami illat hokum semua ini tidak bertentangan dengan kesatuan
sumber syariat karena syariat islam tidak saling bertentangan satu sama lainnya
perbedaan terjadi karena keterbatasan dan kelemahan manusia. Meski demikian,
tetap harus beramal dengan salah satu pendapat yang ada untuk memudahkan
manusia dalam beragama sebab, wahyu
sudah terputus.
Namun bagi seorang mujtahid ia harus beramal dengan
penafsirannya yang terkuat menurutnya terhadap makna teks syariat karena
penafsiran ini yang menjadi pemicu dari perbedaan. Rasul saw bersabda :” jika
seorang mujtahid berijtihad, jika benar ia mendapatkan dua pahala dan jika
salah dapat satu pahala.” Kecuali jika dalil kesahihannya sudah pasti baik dari
al-quran hadist mutawatir maupun hadist ahad maskur kemudian maknanya juga
jelas tidak multi makna maka tidak menyediakan ruang untuk penafsiran dari sini
dapat diketahui bahwa penafsiran dan pendapat ulama tidak mewakili seluruh
syariat yang turun kepada rasulullah saw. Meski demikian kita wajib untuk
beramal dengan salah satu dari pendapat ulama mestinya sumber-sumber hokum agama
yang bersifat zani atau dugaan dan membuka peluang penafsiran harus dihormati
dan disikapi secara seimbang perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu pada
sikap fanatic golongan permusuhan perpecahan yang dibenci allah antara kaum
muslimin yang disebut al-quran sebagai ummat bersaudara yang juga diperintahkan
untuk berpegang teguh dengan tali allah. Para sahabat sendiri selalu hati-hati
karena tidak mau ijtihadnya penafsirannya disebut hokum allah atau syariat
allah namun mereka menyebut ini adalah pendapatku jika benar ia berasal dari
allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari syeitan.
Salah satu basihat yang disampaikan oleh rasulullah saw
kepada para pasukannya adalah :”jiak kalian mengepung sebuah benteng, dan
mereka ingin memberlakukan hokum allah
maka jangan kalian terapkan mereka dengan hokum allah namun berlakukan kepada
mereka dengan hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dalam
menerapkan hokum allah kepada mereka atau tidak.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu
majah)
0 comments:
Post a Comment
Berbagi, demi kemajuan bersama